Tak pelak muncul kecurigaan bahwa kelompok jemaah tablig terlibat dalam aksi teror tersebut. Tetapi, hal tersebut dibantah oleh Kementerian Luar Negeri. Direktur Perlindungan WNI Kemlu Lalu Muhammad Iqbal mengatakan telah memperoleh informasi bahwa kepergian 16 WNI itu tidak berniat untuk berperang bersama dengan kelompok Maute.
Dakwahnya jemaah tablig yang berdakwah hingga ke penjuru dunia |
“Dari informasi aparat hukum Filipina dan Indonesia, kami tidak memiliki informasi miring dari keberadaan mereka di Filipina selatan,” ujar Iqbal yang ditemui di Bandara Soekarno-Hatta ketika menjemput mereka pada Sabtu, 3 Juni tengah malam.
Lantas, apa dan bagaimana kegiatan Jemaah Tabligh itu?
Rappler menemui Baban Taufiq, seorang Maulana, sebutan bagi ustad di Jemaah Tabligh, untuk mengetahui lebih jauh mengenai kegiatan kelompok tersebut.
Baban menjelaskan, Jemaah Tabligh sebetulnya telah ada sejak beberapa puluh tahun yang lalu dengan aktivitas utamanya melakukan gerakan dakwah Islam. Gerakan ini dimulai pada 1926 oleh Muhammad Ilyas di India dengan tujuan menghidupkan kembali dakwah, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Gerakan ini kemudian menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia pada 1973.
Di Bandung, Jemaah Tabligh mulai eksis pada 1986 oleh sekelompok mahasiswa kedokteran sebuah perguruan tinggi. Awalnya, mereka berkumpul di sebuah masjid di Kebon Pisang, Kosambi Kota Bandung. Kemudian, mereka berpindah-pindah dari masjid ke masjid, hingga akhirnya memiliki markas di Masjid Madinah, Jalan Depok Antapani Kota Bandung.
Nama Jemaah Tabligh sendiri, kata Baban, bukan nama yang diciptakan komunitasnya tapi merupakan sebutan orang lain kepada mereka yang selalu melakukan dakwah dan tabligh. Dakwah mengandung arti mengajak, sedangkan tabligh berarti menyampaikan kebaikan.
Jemaah Tabligh, dijelaskan Baban, bukan sebuah organisasi atau kelompok, tapi kumpulan kaum muslimin yang ingin melaksanakan apa yang diperintahkan Al Qur’an dan dicontohkan Rasulallah SAW.
“Kami tidak punya misi apa-apa, hanya ingin berdakwah. Jadi, kami sering istilahkan jemaah ini bukan organisas tapi sorganisasi (plesetan dari organisasi yang fokus mencari surga). Bagaimana orang untuk bisa masuk surga dunia dan surga akhirat,” kata Baban.
Mereka pun menjelaskan target-target secara sederhana dan mudah diterangkan yakni dengan mengamalkan agama secara sempurna, menghidupkan sunnah Baginda Rasul SAW, dan mengutamakan akhirat sebagai tujuan. Jadi, bukan dunia yang dijadikan tujuan.
Dalam melaksanakan dakwah, Jemaah Tablig memiliki metode yang disesuaikan dengan waktu luang anggotanya. Ada dakwah selama tiga hari dengan jarak radius satu kilometer atau satu kecamatan.
Kemudian, dakwah selama 40 hari dengan jarak yang lebih jauh lagi. Juga, dakwah selama empat bulan atau dakwah perjalanan jauh hingga ke luar negeri.
Sebanyak 10 dari 16 WNI merupakan jemaah tablig yang berada di Marawi adalah mereka yang sedang melaksanakan dakwah selama 40 hari. Lokasi tujuan dakwah ditentukan berdasarkan musyawarah.
Bisa di dalam atau ke luar negeri, termasuk ke daerah-daerah konflik. Tempat yang mereka datangi adalah masjid-masjid yang berada di lokasi tujuan.
“Masjidnya enggak pilih-pilih, masjid apapun (akan didatangi), dan kami ingin masjid apapun bisa kita datangi, kami enggak eksklusif,” kata Baban.
Namun kadang kala, kedatangan mereka tidak selalu diterima dengan tangan terbuka oleh pengurus masjid yang dituju.
“Kadang-kadang diterima, kadang-kadang enggak. Alasannya, mereka kurang paham, masih curiga sama jemaah,” ungkap pria 43 tahun itu.
Jauh dari paham radikal
Cara Jemaah Tabligh berdakwah tidak selalu dengan ceramah, tapi juga memberikan contoh, seperti melakukan salat berjemaah, salat sunnah, mengaji, itikaf, dan amalan-amalan lainnya yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Memberikan contoh atau teladan, menurut Baban, menjadi kunci dari dakwah itu sendiri. Karena seperti itu pula, cara yang Rasulallah lakukan.
“Kalau ceramah banyak, tapi contoh yang jarang. Kami ingin yang nyebar itu uswah atau contoh. Mencontohkan adalah salah satu cara dakwah yang dianjurkan. Nabi Muhammad menonjol dengan uswahnya,” katanya.
Tapi yang pasti, dakwah Jemaah Tablig disampaikan dengan cinta kasih sebagaimana dicontohkan pula oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, Baban mengatakan, Jemaah Tablig jauh dari paham radikalisme atau terorisme.
“Apalagi kita sudah tahu ada ayatnya (yang mengatakan) bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai rahmatan lil alamin. Membunuh juga enggak boleh, dosa. Membunuh satu orang seperti membunuh seluruh umat manusia,” kata dia.
Tetapi, tidak dipungkiri, label radikalisme dan terorisme kerap disematkan kepada para jemaah tablig. Hal itu disebabkan karena penampilan jemaah yang suka mengenakan pakaian gamis, celana cingkrang, dan berjenggot. Padahal, berpakaian seperti itu, kata Baban, merupakan salah satu cara mereka berdakwah.
“Ada seorang misionaris yang dapat hidayah, justru ketika melihat pakaian orang Islam. Jemaah yang berpakaian putih bersih, salat bersama, ruku bersama itu menggetarkan orang-orang kafir. Tidak ada aura ruh yang tidak bisa didapat, kecuali dengan cara begitu,” tutur dia.
Lantaran sering dicurigai, kegiatan jemaah tablig tak luput dari penyusupan anggota intelijen dari Polri maupun TNI. Tetapi yang terjadi, justru banyak anggota intelijen yang bergabung dan menjadi bagian dari Jemaah Tablig.
“Dan lucunya, aktivis pengerak di daerah di manapun banyak yang intel. Jadi ketika kita ditakut-takuti dengan stigma radikal dan sebagainya, enggak usah takut. Tampilkan saja bahwa kita ini enggak ada niat apa-apa. Kita ini sebuah komunitas terbuka,” ungkap Baban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar